Mekanisme / Tata Cara Istinja' - Disertai Dalil
Mekanisme [ Al-Ghuzy, Fath al-Qârib al-Mujîb bi hâmisy al-Bâjûry, vol. I, hlm. 62.]
Dalam beristinjâ’, diperkenankan memakai salah satu antara air dan batu. Namun yang paling utama ialah terlebih dahulu menggunakan batu kemudian dilanjutkan dengan memakai air, sesuai dengan sabda Nabi :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسً قَالَ : نَزَلَتْ هَذِهِ اْلآيَةُ فِيْ أَهْلِ قُبَاءٍ : { رِجَالٌ يُحِبُّوْنَ أَنْ يَتَطَهَّرُوْا وَاللهُ يُحِبّ ُالْمُتَطَهِّرِيْنَ } فَسَأَلَهُمْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوْا : إِنَّا نُتْبِعُ الْحِجَارَةَ الْمَاءَ .(رواه البزار)
"Dari Ibnu 'Abbas , Beliau berkata : "Ayat ini turun menjelaskan ihwal penduduk Quba' (ayat yang memuji mereka dalam hal bersuci). Maka Baginda Nabi . Menanyakan pada mereka tentang hal itu. Kemudian mereka-pun menjawab : "Kami melakukan istinjâ’ dengan air setelah terlebih dahulu menggunakan batu." (HR. Al-Bazzâr)
Bagi orang yang bersuci dengan selain air, ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan, yaitu :
Cara Pemakaian
Dalam hal ini ada 2 syarat :
Mengusapkannya minimal sebanyak tiga kali, meskipun dengan menggunakan satu benda yang mempunyai tiga sudut. Apabila kotoran tidak bersih dengan tiga kali usapan, maka jumlah usapan harus ditambah. Setelah bersih, disunahkan menjadikan jumlah usapan menjadi ganjil apabila kotoran telah bersih dengan bilangan genap.
Usapan dilakukan sampai dapat membersihkan tempat keluar kotoran, sehingga tidak meninggalkan bekas kotoran, kecuali bekas-bekas yang hanya bisa dihilangkan dengan air.
Kriteria Kotoran yang Dibersihkan
Istinjâ’ dengan benda selain air dapat mencukupi apabila kotoran yang dibersihkan memenuhi kriteria berikut :
Kotoran yang terdapat pada qubul atau dubur harus tetap basah.
Kotoran tersebut tidak pindah dari tempat keluarnya.
Tidak terkena najis lain.
Etika Buang Air [ Muhammad al-Hasany, Kifâyah al-Akhyâr, vol. I, hlm. 29.]
Hal-hal berikut ini adalah beberapa etika buang air. Sebagian hukumnya wajib dan sebagian hukumnya sunah.
Hal yang Wajib Dilakukan
Wajib bagi orang yang buang hajat untuk tidak menghadap dan membelakangi kiblat dengan tanpa penutup, sesuai Hadits Nabi :
إِذَا أَتَيْتُمُ الْغَائِطَ فَلاَ تَسَْقْبِلِ الْقِبْلَةَ وَلاَ يَسْتَدْبِرْهَا بِبَوْلٍ وَلاَ غَائِطٍ وَلَكِنْ شَرِّقُوْا أَوْ غَرِّبُوْا .(رواه الشيخان)
“Apabila kamu sekalian buang air besar atau kecil, janganlah menghadap dan membelakangi kiblat. Tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat.“ (HR. Al-Bukhory & Muslim)
Namun diperbolehkan melakukan buang air di tempat yang dijadikan fasilitas untuk buang hajat, meskipun tanpa penutup. Juga diperbolehkan pada tempat yang bukan merupakan fasilitas untuk buang air, tetapi terdapat penutup dengan ukuran tinggi minimal 2/3 dziroi' (32 Cm.), dan maksimal jauhnya jarak dengan orang yang buang hajat ialah 3 dziro' (144 Cm.)
Hal-hal yang Sunah Dilakukan
Dalam beristinjâ’, diperkenankan memakai salah satu antara air dan batu. Namun yang paling utama ialah terlebih dahulu menggunakan batu kemudian dilanjutkan dengan memakai air, sesuai dengan sabda Nabi :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسً قَالَ : نَزَلَتْ هَذِهِ اْلآيَةُ فِيْ أَهْلِ قُبَاءٍ : { رِجَالٌ يُحِبُّوْنَ أَنْ يَتَطَهَّرُوْا وَاللهُ يُحِبّ ُالْمُتَطَهِّرِيْنَ } فَسَأَلَهُمْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوْا : إِنَّا نُتْبِعُ الْحِجَارَةَ الْمَاءَ .(رواه البزار)
"Dari Ibnu 'Abbas , Beliau berkata : "Ayat ini turun menjelaskan ihwal penduduk Quba' (ayat yang memuji mereka dalam hal bersuci). Maka Baginda Nabi . Menanyakan pada mereka tentang hal itu. Kemudian mereka-pun menjawab : "Kami melakukan istinjâ’ dengan air setelah terlebih dahulu menggunakan batu." (HR. Al-Bazzâr)
Bagi orang yang bersuci dengan selain air, ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan, yaitu :
Cara Pemakaian
Dalam hal ini ada 2 syarat :
Mengusapkannya minimal sebanyak tiga kali, meskipun dengan menggunakan satu benda yang mempunyai tiga sudut. Apabila kotoran tidak bersih dengan tiga kali usapan, maka jumlah usapan harus ditambah. Setelah bersih, disunahkan menjadikan jumlah usapan menjadi ganjil apabila kotoran telah bersih dengan bilangan genap.
Usapan dilakukan sampai dapat membersihkan tempat keluar kotoran, sehingga tidak meninggalkan bekas kotoran, kecuali bekas-bekas yang hanya bisa dihilangkan dengan air.
Kriteria Kotoran yang Dibersihkan
Istinjâ’ dengan benda selain air dapat mencukupi apabila kotoran yang dibersihkan memenuhi kriteria berikut :
Kotoran yang terdapat pada qubul atau dubur harus tetap basah.
Kotoran tersebut tidak pindah dari tempat keluarnya.
Tidak terkena najis lain.
Etika Buang Air [ Muhammad al-Hasany, Kifâyah al-Akhyâr, vol. I, hlm. 29.]
Hal-hal berikut ini adalah beberapa etika buang air. Sebagian hukumnya wajib dan sebagian hukumnya sunah.
Hal yang Wajib Dilakukan
Wajib bagi orang yang buang hajat untuk tidak menghadap dan membelakangi kiblat dengan tanpa penutup, sesuai Hadits Nabi :
إِذَا أَتَيْتُمُ الْغَائِطَ فَلاَ تَسَْقْبِلِ الْقِبْلَةَ وَلاَ يَسْتَدْبِرْهَا بِبَوْلٍ وَلاَ غَائِطٍ وَلَكِنْ شَرِّقُوْا أَوْ غَرِّبُوْا .(رواه الشيخان)
“Apabila kamu sekalian buang air besar atau kecil, janganlah menghadap dan membelakangi kiblat. Tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat.“ (HR. Al-Bukhory & Muslim)
Namun diperbolehkan melakukan buang air di tempat yang dijadikan fasilitas untuk buang hajat, meskipun tanpa penutup. Juga diperbolehkan pada tempat yang bukan merupakan fasilitas untuk buang air, tetapi terdapat penutup dengan ukuran tinggi minimal 2/3 dziroi' (32 Cm.), dan maksimal jauhnya jarak dengan orang yang buang hajat ialah 3 dziro' (144 Cm.)
Hal-hal yang Sunah Dilakukan
- Tidak kencing pada air yang tidak mengalir, baik yang mencapai ukuran dua qullah (+ 216 Lr) atau tidak, berdasarkan Hadits Nabi :
إِنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِي الْمَاءِ الرَّاكِدِ .(رواه مسلم وغيره)
"Sesungguhnya Rosululloh melarang buang air kecil di dalam air yang tidak mengalir. “(HR. Muslim dan lainnya)
Sedangkan hukum berak disamakan dengan kencing. Apabila kencing atau berak dilakukan pada air yang mengalir, maka hukumnya dipilah ; Jika air kurang dari dua qullah (+ 216 liter) maka hukumnya makruh. Apabila berukuran dua qullah atau lebih, maka hukumnya tidak makruh. Ketentuan ini menurut pendapat imam an-Nawawy. .
"Sesungguhnya Rosululloh melarang buang air kecil di dalam air yang tidak mengalir. “(HR. Muslim dan lainnya)
Sedangkan hukum berak disamakan dengan kencing. Apabila kencing atau berak dilakukan pada air yang mengalir, maka hukumnya dipilah ; Jika air kurang dari dua qullah (+ 216 liter) maka hukumnya makruh. Apabila berukuran dua qullah atau lebih, maka hukumnya tidak makruh. Ketentuan ini menurut pendapat imam an-Nawawy. .
- Tidak buang air kecil atau besar di jalan umum & tempat berteduh, sebagaimana Hadits Nabi :
اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ قَالُوْا وَمَا اللَّعَّانَانِ يَا رَسُوْلَ اللَّهِ قَالَ الَّذِيْ يَتَخَلَّى فِيْ طَرِيْقِ النَّاسِ أَوْ فِيْ ظِلِّهِمْ .(رواه مسلم)
“Jauhkanlah dirimu dari dua hal yang menyebabkan laknat ! Para sahabat bertanya : Apakah dua hal itu, ya Rosululloh ? Jawab beliau : Yaitu buang air di tempat yang dilalui manusia atau di tempat teduh mereka.” (H.R. Muslim)
Mekanisme / Tata Cara Istinja' - Disertai Dalil |
- Tidak kencing atau berak pada liang, sesuai Hadits Nabi :
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ أَنْ يُبَالَ فِي الْحُجْرِ ِلأَنَّهَا مَسَاكِنُ الْجِنِّ .(رواه أبو داوود والنسائي)
“Rosululloh Melarang kencing pada liang, karena liang adalah rumah jin.“ (H.R. Abû Dâwûd & an-Nasâi)
- Tidak membuka aurot, serta tidak berbicara kecuali terpaksa, sesuai Hadits Nabi :
لاَ يَخْرُجِ الرَّجُلاَنِ يَضْرِبَانِ الْغَائِطَ كَاشِفَيْنِ عَنْ عَوْرَتِهِمَا يَتَحَدَّثَانِ فَإِنَّ اللهَ يَمْقُتُ عَلَى ذَلِكَ .(رواه أبو داوود وغيره)
“Janganlah dua orang melakukan buang air dengan keadaan terbuka aurotnya dan bercakap-cakap. Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia lagi maha Agung benci dengan hal yang demikian.” (H.R. Abû Dâwûd & lainnya)
- Ketika masuk WC membaca do’a yang dibaca oleh Rosululloh :
بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ إنِّيْ أَعُوذُ بِك مِنَ الْخُبْثِ وَالْخَبَائِثِ .(رواه البخاري)
“ Dengan nama Allah, Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan setan jantan & setan betina. “(H.R. Al-Bukhâry)
Begitu juga ketika keluar WC membaca do’a :
غُفْرَانَكَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَذْهَبَ عَنِّي اْلأَذَى وَعَافَانِي .(رواه أبو داوود والترمذي وابن ماجه والطبراني)
“Aku mengharapkan pengampunan-Mu. Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan penyakit dariku dan telah memberikan kesehatan padaku.“(HR. Abû Dâwûd, at-Tirmidzy, Ibnu Mâjah, dan ath-Thabrâny)
Post a Comment for "Mekanisme / Tata Cara Istinja' - Disertai Dalil"