Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Klasifikasi Air Dalam Fikih Beserta Dalilnya

Sesuai sifatnya, air terbagi menjadi empat, yaitu air suci mensucikan yang tidak makruh digunakan, air suci mensucikan yang makruh digunakan, air suci yang tidak mensucikan, dan air mutanajjis.

1.    Air suci mensucikan yang tidak makruh digunakan
Air jenis ini dinamakan juga dengan air mutlak, yakni air yang tidak mempunyai sebutan tetap kecuali hanya disesuaikan dengan tempatnya. Semisal air sumur, ketika dipindah ke gelas maka akan disebut air gelas, ketika dipindah ke botol maka disebut air botol, dan begitu seterusnya. Lain halnya dengan air teh yang selalu disebut dengan air teh dimanapun bertempat. Air yang seperti ini tidak dapat dikategorikan sebagai air mutlak. Air mutlak mencakup semua air yang turun dari langit dan keluar dari bumi, meliputi  air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air dari mata air, air salju, dan air hujan es. Allah  berfirman :

وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ .(الأنفال :11)
"Dan Allah menurunkan air hujan dari langit untuk mensucikan kamu sekalian."(Q.S. Al-Anfâl :11)
Menurut para pakar fiqh, kata mâun (air) dalam ayat di atas adalah air mutlak. Kesimpulan ini berdasarkan pada tradisi keseharian, bahwa ketika terdengar kata air, maka secara spontanitas, yang difahami adalah air yang pada umumnya digunakan oleh manusia dalam berbagai kebutuhan, dan air ini lazim disebut dengan air mutlak  .

2.    Air Suci Mensucikan yang Makruh Digunakan.

Termasuk kategori air jenis ini adalah air musyammas, yaitu air yang dipanaskan dengan terik matahari. Sedangkan hukumnya adalah makruh digunakan. Baginda Nabi  bersabda :

لاَ تَفْعَلِيْ يَا حُمَيْرَاءُ فَإِنَّهُ يُوْرِثُ الْبَرَصَ .(رواه الدارقطني)
"Jangan lakukan hal itu wahai gadis berpipi kemerah-merahan ! karena air itu dapat menyebabkan penyakit belang."(HR. Ad-Dâraquthny).
Larangan menggunakan air ini juga berdasarkan medis, bahwa jika air ini digunakan maka dapat mengakibatkan penyakit baros, yaitu penyakit yang berupa bercak-bercak putih pada kulit dan jika sudah parah dapat menyebabkan aliran darah berhenti. Sementara itu, Penggunaan air musyammas dapat dihukumi makruh bila memenuhi beberapa kriteria berikut   :
•    Jika digunakan untuk badan, bukan pakaian atau lainnya.
•    Ditempatkan pada wadah yang terbuat dari logam selain emas dan perak, karena potensi karat yang terurai oleh sengatan matahari hanya  ada pada logam selain emas dan perak.
•    Berada pada daerah yang sangat panas, sekira panas matahari di daerah tersebut dapat mengurai karat yang terdapat pada logam wadah air.
•    Digunakan dalam keadaan masih panas. Apabila air musyammas telah dingin, maka tidak makruh lagi untuk digunakan.

3.    Air Suci yang Tidak Mensucikan 

            Air jenis ini ada dua, yaitu air musta'mal dan air mutaghoyyir.
a)    Air musta'mal, yakni air yang telah digunakan untuk menghilangkan hadats atau najis. Air ini tetap dihukumi suci, namun tidak dapat mensucikan. Disebutkan dalam sebuah Hadîts, bahwa suatu ketika Baginda Nabi  dan para sahabat berwudlu, lantas baju yang mereka pakai terkena percikan air wudlu. Akan tetapi, mereka tidak mensucikan baju mereka  . Berdasarkan Hadîts ini, ulama merumuskan bahwa air yang pernah digunakan (musta’mal) setatusnya masih suci.
        Meskipun air ini suci, namun tidak mensucikan. Hal ini juga berdasarkan peristiwa yang dialami Baginda Nabi  dan para sahabatnya dalam perjalanan mereka. Dikisahkan, bahwa mereka tidak mengumpulkan kembali air yang telah digunakan bersuci untuk digunakan kedua kalinya, padahal di dalam perjalanan, mereka sangat membutuhkan air. Dari peristiwa ini dapat dipahami, bahwa seandainya air tersebut masih tetap mensucikan, tentu-lah mereka akan mangumpulkannya kembali air tersebut untuk digunakan bersuci kembali, karena mereka adalah orang-orang yang sangat memperhatikan urusan bersuci.
        Air dihukumi musta'mal dalam menghilangkan hadats jika telah memenuhi beberapa kriteria berikut :
    Digunakan untuk hal-hal yang fardlu dalam thahârah. 
    Volumenya tidak sampai dua qullah.
    Telah terpisah dari anggota badan yang dibasuh atau diusap, sehingga air yang masih ada pada anggota badan belum dihukumi musta'mal  .
          Sedangkan air dihukumi musta'mal dalam menghilangkan najis setelah memenuhi beberapa kriteria berikut :
    Telah terpisah dari sesuatu yang dibasuh dengan tanpa berubah sifat, yaitu warna, bau, dan rasanya.
    Volumenya tidak bertambah dari ukuran semula setelah mengkalkulasi air yang terserap oleh sesuatu yang dibasuh dan air yang terpisah darinya.
    Sesuatu yang dibasuh telah suci dengan ditandai hilangnya najis serta sifatnya.
b)    Air mutaghoyyir (air yang berubah), yaitu air yang tercampur sesuatu yang suci sehingga tidak dapat disebut lagi sebagai air mutlak, seperti air teh dan air kopi. Air mutaghoyyir tidak dapat mensucikan karena air ini bukan termasuk air mutlak, padahal telah dijelaskan dalam ayat di atas bahwa air yang dapat mensucikan hanya air mutlak.

4.    Air mutanajjis

            Yaitu air yang terkena najis. Air jenis ini ada dua macam, yaitu :
a)    Air yang kurang dari dua qullah. Air ini dihukumi mutanajjis apabila terkena najis, walaupun sifatnya tidak ada yang berubah. Hal ini berdasarkan pada sabda Baginda Nabi  :

إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ َيَحْمِلْ خَبَثًا  .(رواه أبو داود)
"Ketika air sudah mencapai ukuran dua qullah maka tidak membawa najis. (H.R. Abû Dâwûd).
Hadîts di atas memberi kefahaman bahwa ketika air kurang dari dua qullah, maka akan dihukumi najis, baik sifatnya berubah ataupun tidak.
b)    Air yang berukuran dua qullah atau lebih. Air ini dihukumi mutanajjis apabila terkena najis dan berubah sifatnya, sesuai dengan Hadîts Rasûlullah  :



لاَ يُنَجِّسُ الْمَاءَ إِلاَّ مَا غَيَّرَ طَعْمَهُ أَوْ رِيحَهُ   .(رواه الدارقطني)
"Air tidak akan menjadi mutanajjis kecuali disebabkan sesuatu yang merubah rasa atau baunya.(HR. ad-Dâraquthny).
Disamping itu, ijma' ulama telah menetapkan bahwa air akan dihukumi mutanajjis jika sifatnya berubah karena najis  .

Ukuran Air Dua Qullah
Air dua qullah adalah air yang berukuran kurang lebih 500 rithl irak, berdasarkan sebuah Hadîts Nabi  :
إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ نَجْسًا  .(رواه الشافعي) وفي هذا الحديث : بِقِلاَلِ هَجَرَ
"Apabila air sudah berukuran dua qullah maka tidak membawa najis."(H.R. Asy-Syâfi'i). Di dalam Hadîts ini disebutkan "dengan menggunakan qullah daerah Hajar".
Imam Syafi'i mengatakan bahwa Ibnu Juraij pernah melihat qullah (tempat air) daerah Hajar. Satu qullahnya berkapasitas dua qirbah (semacam kendi) lebih sedikit. Sebagai sikap hati-hati, Imam Syafi'i menganggap lebihannya adalah setengah qirbah. Kapasitas satu qirbah pada umumnya tidak lebih dari 100 rithl. Maka dua setengah qirbah adalah 500 rithl  . Sedangkan ukuran dua qullah dalam kontekstualisasi ukuran Indonesia adalah 174,58 Lr., atau kubus dengan ruas (panjang, lebar, dan tinggi) masing-masing berukuran 55,9 Cm. (wadah berukuran 1746,76879 M.3) menurut Imam Nawawy. Sedangkan menurut Imam Rofi’i adalah 176, 245 Lr, atau kubus dengan ruas masing-masing berukuran 56,1 Cm.   (wadah berukuran 1765,58481 M.3).

Post a Comment for "Klasifikasi Air Dalam Fikih Beserta Dalilnya"